Bantah Keras Dituding Terlibat SPPD Fiktif DPRD Riau, Kuasa Hukum Muflihun Tempuh Jalur Hukum

Pekanbaru, Terbilang.id - Mantan Sekretaris DPRD Riau, Muflihun, akhirnya buka suara terkait tudingan keterlibatannya dalam kasus dugaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang menyeret sejumlah nama di lingkungan Sekretariat DPRD Riau tahun 2020–2021.
Dalam konferensi pers yang digelar Kamis (19/6/2025), kuasa hukum Muflihun, Ahmad Yusuf, menyatakan kliennya sama sekali tidak memiliki keterlibatan atau tanggung jawab teknis dalam pengelolaan kegiatan perjalanan dinas.
“Hingga detik ini, klien kami belum pernah menerima surat penetapan tersangka ataupun pemberitahuan resmi dari penyidik,” tegas Ahmad.
Ahmad menyebutkan bahwa penyebutan inisial “M” oleh oknum penyidik Polda Riau telah melahirkan persepsi publik yang merugikan dan membentuk stigma terhadap Muflihun, padahal tak ada bukti hukum apapun yang menyertainya.
“Inisial ‘M’ disebut-sebut tanpa konfirmasi langsung. Ini telah merusak nama baik klien kami dan menyebabkan tekanan psikologis besar bagi keluarga,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam struktur birokrasi DPRD, SPPD menjadi kewenangan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), bendahara, serta pejabat teknis lainnya. Sementara Sekretaris Dewan tidak memiliki kuasa untuk mengesahkan atau merealisasikan anggaran perjalanan dinas secara langsung.
Tak tinggal diam, tim kuasa hukum juga mengaku telah mengajukan permohonan perlindungan hukum ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Hal ini dilakukan demi menghindari kriminalisasi serta tekanan sosial yang dianggap semakin tidak proporsional.
“Jika penetapan tersangka dipaksakan tanpa dasar hukum yang kuat, kami akan mengajukan gugatan praperadilan, gugatan ke PTUN, bahkan melapor ke Propam dan Kompolnas,” tegas Ahmad.
Sebagai bentuk transparansi, tim hukum menyatakan telah menyiapkan video klarifikasi resmi dari Muflihun yang menjelaskan secara rinci posisi dan perannya dalam struktur Sekretariat DPRD saat itu. Muflihun juga menekankan bahwa dirinya bukan pengendali kegiatan ataupun aliran dana SPPD.
“Ini bukan semata tentang nama baik pribadi, tapi juga soal kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara,” tutup Ahmad. (*)