Tesso Nilo Harus Diselamatkan, LAM Riau Dan Tokoh Adat Pelalawan Keluarkan Maklumat

Pekanbaru, Terbilang.id - Dukungan moral dan kultural mengalir deras terhadap upaya pemerintah menertibkan kawasan hutan lindung Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan. Tokoh adat dan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau angkat bicara, menyatakan komitmen penuh untuk menjaga marwah alam sekaligus menolak keras upaya relokasi warga ke wilayah adat.
Maklumat resmi pertama disampaikan oleh pucuk adat Pelalawan, Datuk Engku Raja Lela Putra, mewakili para batin dan penghulu di wilayah kerajaan adat. Dalam pernyataannya, Datuk Engku menyatakan dukungan penuh terhadap langkah tegas Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH) yang telah menyita ribuan hektare lahan yang diklaim beralih fungsi menjadi permukiman dan kebun sawit ilegal.
“Kami mendukung dan sangat mengapresiasi penertiban kawasan hutan TNTN oleh pemerintah. Pelestarian hutan ini menyangkut bukan hanya ekologi, tapi juga keberlanjutan hidup masyarakat adat,” tegasnya, Jumat (20/6/2025).
Lebih jauh, Datuk Engku menolak keras wacana relokasi ribuan warga ke tanah ulayat masyarakat adat. Menurutnya, alokasi kawasan adat sebagai tempat relokasi justru mengancam eksistensi ruang hidup dan kedaulatan adat itu sendiri.
“Kami menolak alokasi kawasan atau sebagian hutan tanah ulayat kami dijadikan tempat relokasi, mengingat semakin sempitnya kawasan,” imbuhnya.
Tak berselang lama, dukungan senada datang dari Lembaga Adat Melayu Riau. Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau, Datuk Seri Raja Marjohan Yusuf, mengungkapkan bahwa pihaknya segera menerbitkan warkah adat sebagai bentuk seruan resmi kepada pemerintah dan penegak hukum agar tidak ragu menindak tegas pelaku perusakan hutan.
“Tesso Nilo bukan hanya rumah bagi gajah, tapi juga ruang hidup masyarakat adat. Maka penyelamatannya harus dilakukan dengan pendekatan yang adil dan melibatkan kearifan lokal,” kata Datuk Marjohan, Kamis (20/6/2025).
LAM Riau menilai penyelamatan Tesso Nilo adalah bagian dari menjaga keseimbangan budaya dan alam Melayu Riau. Mereka mendorong sinergi antara negara, masyarakat adat, dan semua pihak untuk mengelola TNTN secara lestari dan berkeadilan.
“Tesso Nilo adalah bahagian dari marwah kita. Ketika hutan dihancurkan, maka rusaklah keseimbangan. Kami sangat prihatin dengan kondisi ini,” tambah Datuk Marjohan.
Diketahui sebelumnya, Satgas PKH telah menyita 81.793 hektare kawasan TNTN yang dikuasai secara ilegal oleh ribuan warga. Proses penertiban telah berlangsung sejak awal Juni 2025 dan diberi waktu relokasi mandiri selama tiga bulan. Namun sebagian besar warga masih bertahan dan menuntut kejelasan relokasi. (*)