Tak Terima Dituding Pengadaan Barang/Jasa Fiktif, PMI Riau Akan Laporkan Inspektorat Ke Komnas HAM
Pekanbaru, Terbilang.id - Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Riau, Syahril Abu Bakar membatah telah menyelewengkan dana hibah dari APBD Riau untuk kegiatan PMI Riau sejak 2019 hingga 2022.
Hal ini di sampaikan Syahril Abu Bakar melalui kuasa hukumnya Dwi Wibowo Law Firm and Partners kepada awak media di Markas PMI Riau, Jalan Mekar Sari, Kelurahan Tangkerang Selatan, Kecamatan Bukit Raya, Jumat (12/7/2024) petang.
Penasehat hukum PMI Riau, Dwi Wibowo mengatakan, dana hibah dari APBD Provinsi Riau sejak tahun anggaran 2019 hingga 2022 yang dipermasalahkan itu jika ditotal nilainya mencapai Rp 6.150.000.000.
“Proses ini tidak serta merta kita mendapatkan Rp 6,15 miliar totalnya. Tapi perealisasiannya bertahap mulai dari tahun 2019 sampai tahun 2022. Laporan Hasil Audit (LHA) yang diterbitkan Inspektorat berdasarkan rekomendasi dan saran dianggap temuan. Lalu Kita telah melakukan pengembalian ke kas daerah terhadap temuan itu,” kata Dwi Wibowo.
Dwi Wibowo menjelaskan, kasus ini bermula dari temuan Inspektorat Provinsi Riau pada tahun 2022 terkait belanja markas PMI Provinsi Riau. Atas temuan itu PMI Riau diminta mengembalikan uang senilai Rp 330 juta.
Selanjutnya, Inspektorat juga meminta kepada PMI Riau untuk melengkapi secara administrasi. Terkait hal ini, PMI Riau telah berhasil memenuhi permintaan tersebut.
“Dari proses dana hibah tahun 2019 - 2022, dana hibah yang dianggap Inspektorat dikorupsi oleh PMI Riau itu tidaklah benar. Karena dana itu sudah kita kembalikan semuanya sesuai hasil temuan audit Inspektorat,” ungkap Dwi.
Terkait hal ini, pihaknya telah menyurati Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dengan melampirkan bukti setor terhadap temuan dari Inspektorat tersebut.
“Total keseluruhan yang telah kita setorkan kembali ke kas daerah terkait temuan yaitu sebesar Rp 483.330.250,” ungkap Dwi.
Soal gaji, kata Dwi, sudut pandang antara PMI Riau dan Inspektorat dinilai belumlah sama. Menurutnya, seorang pegawai dinyatakan layak jika menerima honorarium setelah melakukan kegiatan.
“Ini yang menjadi dilematis karena menyangkut hak orang. Tapi selama 2019 sampai 2022 tidak menjadi masalah oleh pihak inspektorat selama honorarium itu diberikan. Kenapa di akhir tahun 2022 menjadi suatu temuan dan itu harus dikembalikan dari tahun 2019 dengan total Rp 330 juta, ini lah yang aneh,” tutur Dwi.
Dwi meminta agar penegak hukum tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah dan melihat lebih jauh fakta hukumnya.
“Apa benar PMI merugikan keuangan negara sebanyak Rp 5 miliar, inilah fakta yang kami sampaikan. Dengan cara mengembalikan uang kegiatan sebesar Rp 483 juta kegiatannya sudah dilaksanakan, PMI Riau yang rugi. Seandainya kelebihan bayar, itu yang akan kita kembalikan,” pungkas Dwi.
Sementara itu, Ketua PMI Riau, Syahril Abu Bakar berencana akan melaporkan Inspektorat Provinsi Riau ke Komnas HAM. Hal ini disebabkan karena menurut Syahril Inspektorat menilai sejumlah kegiatan yang diselenggarakan oleh PMI baik itu pengadaan barang dan jasa adalah fiktif. Padahal kegiatan itu ada, dan pengadaan barang di PMI Riau nyata dan ada buktinya.
“Kegiatan yang kita selenggarakan selama ini, orangnya ada datang, dokumen lengkap dan juga ada foto - fotonya, SK Panitia ada, tetap dianggap fiktif oleh Inspektorat Riau. Ini pemeriksa ataukah penzaliman?,” ujar Syahril.
Syahril menegaskan, seandainya Inspektorat Riau tetap kukuh dengan pendiriannya, maka pihaknya akan melaporkan permasalahan ini ke Komnas HAM dan menggugat ke Pengadilan.
“Saya akan lapor Inspektorat Provinsi Riau ke Komnas HAM karena telah menzalimi kita sebagai anak bangsa, kita juga akan gugat ke Pengadilan,” tegas Syahril.
“Selain itu kegiatan - kegiatan PMI yang kami laksanakan dianggap fiktif oleh Inspektorat. Saya sebagai Ketua PMI Riau tidak terima dan meminta untuk klarifikasi tapi inspektorat tetap bersikukuh mengeluarkan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) tanpa saya tanda - tangani,” ujar Syahril
Ungkap Syahril, belanja markas itu adalah gaji karyawan dan honor pengurus.
“Kalau itu dikembalikan kan aneh? Ini kan hak azazi manusia, tak mungkin orang bekerja tak dapat gaji atau honor. Selama saya menjabat sebagai Ketua PMI ini, belum ada masyarakat kita yang menjadi korban karena kami tidak melayani sebagaimana mestinya untuk mendapatkan darah,” bebernya.
Terpisah sebelumnya, Asisten Intelijen Kejati Riau M Fahrulrozi mengatakan pihaknya juga telah melakukan penyelidikan dalam kasus ini. Untuk itu, Kejati Riau telah memanggil sebanyak 40 orang untuk dimintai keterangan.
“Penyelidikan tetap lanjut, kita sudah periksa ada 40 orang dalam perkara ini. Kemungkinan kerugian negara lebih dari pada itu. Kita lihat dari tahun 2019 sampai 2022. Kalau yang Rp 400 juta itu hanya tahun 2021-2022, bisa saja mungkin. Tapi menyangkut hasilnya belum disampaikan ke saya,” ucap Fahrulrozi.