Universitas Lancang Kuning dan aktivis di Riau adakan Nonton Bareng Film "Tanah Moyangku" dan Diskusi Awal Tahun tentang Konflik Agraria di Riau

Pekanbaru, Terbilang.id - Mengawali tahun 2024 Kadis Perkebunan Riau Syahrial Abdi membukak membuka acara Nonton Bareng dan diskusi konflik agraria yang diadakan di gedung aula Pustaka. Selasa 2 Januari 2024. Diskusi bertema Konflik Agraria Riau Harapan dan Tantangan dihadiri oleh Rektor Unilak Prof Dr Junaidi, turut hadir FKPMR Riau Azlaini Agus, Dosen Unri Prof Dr Marnis SE MSi, mahasiswa magister Ilmu lingkungan Unilak, LAM Riau, dan sejumlah organisasi kemasyarakatan.
Dalam nonton Bareng Film Tanah Moyangku banyak yang meteskan air mata tanda rasa haru terhadap perjuangan masyarakat diberbagai daerah dalam memperjuangkan hak atas tanah mereka. Film ini memang menguras air mata para penonton di Aula Gedung Pustaka Universitas Lancang kuning berkapasitas 500 orang tersebut.
Setelah selesai menonton film berdurasi 1 jam 40 menit tersebut dilanjutkan dengan Diskusi tentang Konflik Agraria di Riau dengan Tema "Tantangan dan Harapan Penyelesaian Konflik Agraria di Riau". Sebagai narasumber yaitu, AZ Facri Yasin dan Dr Muhammad Rawa El Amady dosen Magister Ilmu Lingkungan Unilak.
Pada kesempatan dalam pembukaan Acara Sang rektor Muda yaitu Prof Junaidi juga membacakan syair berjudul "Kisah Tanah Bernanah". Saya mengapresiasi diskusi konflik agraria awal tahun 2024 ini, semoga ini bisa memberi solusi atas berbagai persoalan agraria yang ada di Riau. Kita mendukung investasi di Riau karena mendorong pembangunan bagi daerah, namun dalam perjalananya perlu memperhatikan hak hak masyarakat tempatan.
Syahrial Abdi yang mewakili Gubernur Riau saat membacakan pidato menyebutkan, Provinsi Riau memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah seperti Migas hutan dan lahan gambut perikanan perkebunan pertanian yang dapat dikelola meningkatkan kesejahteraan masyarakat Riau di samping potensial sebagai penggerak ekonomi daerah, potensi alam. Ini apabila tidak dikelola dengan bijaksana dapat menimbulkan ancaman hutan dan lahan kekeringan banjir kerawanan pangan dan krisis energi namun seiring dengan waktu dalam pemanfaatan lahan untuk pembangunan di dalam sektor tersebut terdapat konflik utamanya konflik agraria, konflik ini merupakan konflik yang terkait dengan pembagian peruntukan dan kepemilikan lahan atau tanah konflik ini terjadi karena berbagai faktor diantaranya adalah penguasaan atas tanah serta perebutan sumber daya alam, timbul ketidak serasian atau kesenjangan terkait sumber-sumber agraria yang tidak lain adalah sumber daya alam itu sendiri pada umumnya konflik agar yang melibatkan banyak pihak serta banyak peraturan.
Dr.Azlaini Agus SH MH yang hadir dalam sambutannya sebagai Ketua FKPMR memberi apresiasi atas diadakannya diskusi konflik agraria di Riau. "Persoalan mendasar tidak selesainya konflik argaria, karena pejabat-pejabat yang memiliki jabatan tidak mempunyai komitmen untuk menyelesaikan, tidak punya empati. Kalau punya komitmen, setidaknya dalam satu masa jabatan 2-3 konflik ini akan selesai. Minta data dengan pejabat pemprov saja sulit"ujarnya.
Sementara itu narasumber Facri Yasin, dalam bahan makalahnya,menyampaikan, konflik lahan adalah pertikaian atau perselisihan yang menjadikan lahan sebagai objek persengketaan. Konflik lahan merupakan masalah yang cukup rumit, karena terkait persoalan ekonomi, demografi, sosial dan budaya. Konflik agraria merupakan pertentangan klaim yang berkepanjangan mengenai siapa yang berhak atas akses terhadap tanah, sumberdaya alam, dan wilayah antara satu kelompok rakyat pedesaan dengan badan penguasa dan/atau pengelola tanah yang bergerak dalam bidang produksi, ekstraksi, konservasi, dan lainnya.
Dijelaskannya, dampak signifikan atas konflik agraria bagi masyarakat yang terlibat, antara lain: kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan, ketegangan sosial, dan pelanggaran hak asasi manusia. Ada sekitar 660 ribu ha tanah di Indonesia atau 11 kali luas Singapore berada dalam kondisi sengketa, jenis sengketanya 78% sengketa penguasaan dan kepemilikan, 7% masalah prosedur penetapan dan pendaftaran hak, 9% sengketa batas tanah, 0,5% masalah ganti rugi ekspartikelir, 0,51% sengketa tanah ulayat, 0,51% terkait objek landreform dan 0,34% terkait pengadaan tanah. Dari aspek subjek hukum yang bersengketa, 73% perorangan, 10% orang dengan badan hukum, 6,5% orang dengan instansi pemerintah, 1,6% badan hukum dengan badan hukum dan 1% masalah antar masyarakat.
Dikatakannya lagi, luas lahan konflik di Riau berlokasi di Kabupaten Bengkalis 83.121 ha (29,66%), Siak (70.320 ha, 25,09), Pelalawan (52.091 ha, 18,59%), Indragiri Hilir (44.732 ha, 15,96%) dan Kampar (36.016 ha, 12,85%).
Hadir juga Masyarakat Okura yg bernama Danang, masyarakat Okura berkonflik dengan PT SIR ( Surya Dumai Groups) meneteskan air mata Kelurahan Okura lokasi Meraka berkonflik dg PT SIR mengungkapkan bahwa yang dia tonton tersebut seperti cermin dirinya atau lokasi tempat dia tinggal
Dr M Rawa El Amady dalam pemaparanya, menyamapikan perlu melakukan mitigasi teknis terhadap berbagai persoalan konflik agraria. Yaitu; Gerakan anti korupsi SDA;Membuka akses masyarakat ke media sosial, wartawan dan NGO dan pihak lain yang bisa memperkuat kekuasan pada masyarakat; Tahun 2020, Perkumpulan Scale Up mendorong terbentuknya lembaga penyelesaian konflik di tingkat desa sebagai wadah utama akses masyarakat mengungkapkan konflik yang terjadi pada masyarakat; Mengadvokasi pasar, bank dan perusahaan pengolahan sawit agar memenuhi standar RSPO dan ISPO
Kerja Sama ISPO dengan RSPO bertujuan untuk mempunyai kekuatan untuk mendesak perkebunan sawit baik perusahaan maupun perorangan untuk mendorong penyelesaian konflik, Mengadvokasi UU no 2017 tentang definisi konflik dan kelembagaan konflik, Mendorong perusahaan untuk menerapkan memenajemen konflik secara benar.
Di akhir diskusi para peserta diskusi menyepakati agar Universitas Lancang Kuning dijadikan sebagai basis gerakan resolusi konflik agraria di Riau dan membentuk Lembaga Penanganan Konflik Agraria Di Riau.
Sumber : Advetorial